*Tarik nafas dalam-dalam*
*Buang*
Hah…
Believe or not, ketika aku memutuskan untuk menulis blog ini,
telapak tanganku masih dingin, denyut jantungku masih gak karuan. Karena gak
percaya aja, kalau aku, akan kembali merasakan hal ini di detik-detik aku
sedang mengahadapi sidang tugas akhir. But, I just want to write it down.
Entah kenapa, belakangan ini, ku kehilangan
banyak rasa percaya diriku. Banyak membanding-bandingkan diri sendiri dengan
orang lain, lalu terkurung dalam ketidakjelasan perasaan yang berujung pada
membenci diri sendiri.
Aku benci menjadi orang yang terlalu mudah
memaafkan, literally terlalu mudah memaafkan orang lain, sebesar
apapun kesalahannya. Aku juga benci menjadi pribadi yang selalu salah dalam
menentukan prioritas, yang ujung-ujungnya menjadi bumerang bagi diriku sendiri.
Berkali-kali aku jatuh ke dalam lubang yang sama. Kadang aku merasa heran,
apakah diri ini memang benar pemaaf atau terlalu bodoh sehingga bisa bersikap
seperti tidak ada apa-apa padahal telah dibodohi berkali-kali, berulang-ulang.
Hingga akhirnya aku sampai pada titik dimana
aku kehilangan sama sekali rasa percayaku kepada orang lain. Aku jadi takut
memulai sebuah hubungan dengan orang baru—hubungan dalam jenis apapun--, bahkan
dengan teman terdekatku juga. Aku tahu betul bahwa yang aku rasakan ini tidak
sehat, tapi, menahan dan berusaha baik-baik saja ketika dikecewakan justru
lebih membuatku tidak sehat, baik secara fisik maupun batin.
Aku merasa, semua orang di bumi ini memakai
topeng. Topeng yang dapat membuatnya terlihat baik, topeng yang dapat
membuatnya dilabeli sebagai “bukan orang jahat”. Bagaimana cara menciptakan
topeng? Mudah saja. Bahkan, hanya dengan men-setting wall Facebook-mu
dengan status-status maha bijak, men-share tulisan-tulisan dan
kutipan-kutipan yang berisi petuah-petuah hidup dapat menjadikanmu terlihat
sebagai orang bailk. Tidak akan ada yang tahu bahwa, dibalik wall Facebook
yang terlihat baik itu, terdapat pribadi yang suka mencela orang lain, atau
suka mengambil hak orang lain. Aku pernah berkali-kali mengenal orang, misalnya
ketika aku mengenal seorang perempuan, terlihat baik, mengenal agama dengan baik,
sopan, hingga aku menaruh kepercayaan pada orang itu, namun pada akhirnya tetap
saja berakhir dengan sebuah pengkhianatan. Dan entah kenapa, Allah selalu
menunjukkan kebohongan-kebohongan itu di depan mataku, seolah-olah menjadi kode
bahwa, aku harus berhenti terlalu berharap kepada makhluk. Lalu aku jadi takut
membangun kepercayaan lagi, tanpa terkecuali.
Dikecewakan berkali-kali membuatku merasa
kehilangan rasa percaya diri. Merasa “tidak lebih” dalam hal apapun
dibandingkan orang lain. Aku pernah merasakan kekecewaan yang amat sangat saat
2016 lalu, hingga sampai ke tahap self-harm. Menyakiti diri sendiri. Ya
Allaaah, maafkan T_T. Aku melakukan itu bukan karena sakit dikecewakan atau
dibohongi, tapi, karena benci dengan diri sendiri yang tidak aware dan
peka sehingga tidak sadar bahwa aku sedang dibohongi oleh orang terdekatku.
Trust issue ini benar-benar menjadi beban tersendiri
buatku. Hatiku jadi selalu diliputi rasa curiga, parno, overthinking dan
selalu memikirkan hal-hal buruk yang selalu menghantuiku di sudut pikir. Kemudian
aku jadi lebih senang menyendiri. Menghabiskan waktuku sendiri. Akupun menjadi
makhluk introvert yang sesungguhnya.
Memiliki trust issue membuatku jadi manusia
yang terlalu kepo kayak Dora. Emang dasar anaknya suka menyelidiki
akibat kebanyakan baca Conan ditambah pernah belajar audit investigatif,
ditambah trust issue, yaudah, rasa-rasanya pengen tahu semua hal hingga
sampai di titik dimana aku bisa merasakan “aman”. Aku jadi seneng stalking,
padahal, aku tahu betul kebanyakan stalking justru malah bikin rasa
percaya itu semakin menurun bahkan hingga nol.
Kepercayaan itu dibangun dengan harga yang
mahal. Membangun rasa percaya itu not as easy as it seems. Aku sadar
betul, apa yang aku rasakan ini disebabkan karena aku terlalu bergantung kepada
makhluk dan terlalu berharap kepada makhluk. Hingga akhirnya, perasaan “terlalu”
itu menjadi bom waktu yang menghancurkan diriku sendiri. Aku juga sadar betul,
apa yang aku rasa ini sangat-sangat childish. Tapi, aku punya self-control
yang sangat buruk, hingga akhirnya selalu berujung menyakiti hati sendiri. Astaghfirullah.
Kadang aku juga merasa, I have many things to
do. Ada kedua orangtuaku yang harus kubanggakan, ada Allah yang tidak pernah sedetikpun
meninggalkanku, aku masih bisa mengisi hari-hariku dengan hal-hal yang bisa men-develop
pribadiku menjadi manusia dengan versi terbaik, baik di mata Allah maupun di
mata sesama manusia.
Mungkin, trust issue ini disebabkan karena
aku kurang bersyukur. Aku terlalu berlarut-larut dalam kekecewaan hingga mata
hatiku tertutup. Astaghfirullah :”””( Sekarang aku sedang berusaha
membangun kembali rasa percaya diriku. Berusaha bodoamat dengan segala
penilaian manusia, karena sebaik-baik penilaian adalah penilaian Allah. Aku
juga selalu berusaha menanamkan dalam hatiku bahwa Allah Maha Tahu dan Maha
Adil, jadi tidak perlu takut untuk dikecewakan dan dibohongi. Sebagaimana
serapat-rapat bangkai yang disembunyikan,
pasti akan tercium juga.
Sekali lagi, mungkin semua ini adalah kode dari Allah
yang cemburu karena aku terlau sibuk mengurusi makhluknya, padahal Dia tidak
pernah sedetikpun pergi meninggalkanku.
- Juli 10, 2019
- 1 Comments