Curcol sambil Ngomongin Trust Issue

Juli 10, 2019


*Tarik nafas dalam-dalam*

*Buang*

Hah…



Believe or not, ketika aku memutuskan untuk menulis blog ini, telapak tanganku masih dingin, denyut jantungku masih gak karuan. Karena gak percaya aja, kalau aku, akan kembali merasakan hal ini di detik-detik aku sedang mengahadapi sidang tugas akhir. But, I just want to write it down.

Entah kenapa, belakangan ini, ku kehilangan banyak rasa percaya diriku. Banyak membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain, lalu terkurung dalam ketidakjelasan perasaan yang berujung pada membenci diri sendiri.

Aku benci menjadi orang yang terlalu mudah memaafkan, literally terlalu mudah memaafkan orang lain, sebesar apapun kesalahannya. Aku juga benci menjadi pribadi yang selalu salah dalam menentukan prioritas, yang ujung-ujungnya menjadi bumerang bagi diriku sendiri. Berkali-kali aku jatuh ke dalam lubang yang sama. Kadang aku merasa heran, apakah diri ini memang benar pemaaf atau terlalu bodoh sehingga bisa bersikap seperti tidak ada apa-apa padahal telah dibodohi berkali-kali, berulang-ulang.

Hingga akhirnya aku sampai pada titik dimana aku kehilangan sama sekali rasa percayaku kepada orang lain. Aku jadi takut memulai sebuah hubungan dengan orang baru—hubungan dalam jenis apapun--, bahkan dengan teman terdekatku juga. Aku tahu betul bahwa yang aku rasakan ini tidak sehat, tapi, menahan dan berusaha baik-baik saja ketika dikecewakan justru lebih membuatku tidak sehat, baik secara fisik maupun batin.

Aku merasa, semua orang di bumi ini memakai topeng. Topeng yang dapat membuatnya terlihat baik, topeng yang dapat membuatnya dilabeli sebagai “bukan orang jahat”. Bagaimana cara menciptakan topeng? Mudah saja. Bahkan, hanya dengan men-setting wall Facebook-mu dengan status-status maha bijak, men-share tulisan-tulisan dan kutipan-kutipan yang berisi petuah-petuah hidup dapat menjadikanmu terlihat sebagai orang bailk. Tidak akan ada yang tahu bahwa, dibalik wall Facebook yang terlihat baik itu, terdapat pribadi yang suka mencela orang lain, atau suka mengambil hak orang lain. Aku pernah berkali-kali mengenal orang, misalnya ketika aku mengenal seorang perempuan, terlihat baik, mengenal agama dengan baik, sopan, hingga aku menaruh kepercayaan pada orang itu, namun pada akhirnya tetap saja berakhir dengan sebuah pengkhianatan. Dan entah kenapa, Allah selalu menunjukkan kebohongan-kebohongan itu di depan mataku, seolah-olah menjadi kode bahwa, aku harus berhenti terlalu berharap kepada makhluk. Lalu aku jadi takut membangun kepercayaan lagi, tanpa terkecuali.

Dikecewakan berkali-kali membuatku merasa kehilangan rasa percaya diri. Merasa “tidak lebih” dalam hal apapun dibandingkan orang lain. Aku pernah merasakan kekecewaan yang amat sangat saat 2016 lalu, hingga sampai ke tahap self-harm. Menyakiti diri sendiri. Ya Allaaah, maafkan T_T. Aku melakukan itu bukan karena sakit dikecewakan atau dibohongi, tapi, karena benci dengan diri sendiri yang tidak aware dan peka sehingga tidak sadar bahwa aku sedang dibohongi oleh orang terdekatku.

Trust issue ini benar-benar menjadi beban tersendiri buatku. Hatiku jadi selalu diliputi rasa curiga, parno, overthinking dan selalu memikirkan hal-hal buruk yang selalu menghantuiku di sudut pikir. Kemudian aku jadi lebih senang menyendiri. Menghabiskan waktuku sendiri. Akupun menjadi makhluk introvert yang sesungguhnya.

Memiliki trust issue membuatku jadi manusia yang terlalu kepo kayak Dora. Emang dasar anaknya suka menyelidiki akibat kebanyakan baca Conan ditambah pernah belajar audit investigatif, ditambah trust issue, yaudah, rasa-rasanya pengen tahu semua hal hingga sampai di titik dimana aku bisa merasakan “aman”. Aku jadi seneng stalking, padahal, aku tahu betul kebanyakan stalking justru malah bikin rasa percaya itu semakin menurun bahkan hingga nol.

Kepercayaan itu dibangun dengan harga yang mahal. Membangun rasa percaya itu not as easy as it seems. Aku sadar betul, apa yang aku rasakan ini disebabkan karena aku terlalu bergantung kepada makhluk dan terlalu berharap kepada makhluk. Hingga akhirnya, perasaan “terlalu” itu menjadi bom waktu yang menghancurkan diriku sendiri. Aku juga sadar betul, apa yang aku rasa ini sangat-sangat childish. Tapi, aku punya self-control yang sangat buruk, hingga akhirnya selalu berujung menyakiti hati sendiri. Astaghfirullah.

Kadang aku juga merasa, I have many things to do. Ada kedua orangtuaku yang harus kubanggakan, ada Allah yang tidak pernah sedetikpun meninggalkanku, aku masih bisa mengisi hari-hariku dengan hal-hal yang bisa men-develop pribadiku menjadi manusia dengan versi terbaik, baik di mata Allah maupun di mata sesama manusia.

Mungkin, trust issue ini disebabkan karena aku kurang bersyukur. Aku terlalu berlarut-larut dalam kekecewaan hingga mata hatiku tertutup. Astaghfirullah :”””( Sekarang aku sedang berusaha membangun kembali rasa percaya diriku. Berusaha bodoamat dengan segala penilaian manusia, karena sebaik-baik penilaian adalah penilaian Allah. Aku juga selalu berusaha menanamkan dalam hatiku bahwa Allah Maha Tahu dan Maha Adil, jadi tidak perlu takut untuk dikecewakan dan dibohongi. Sebagaimana serapat-rapat bangkai  yang disembunyikan, pasti akan tercium juga.

Sekali lagi, mungkin semua ini adalah kode dari Allah yang cemburu karena aku terlau sibuk mengurusi makhluknya, padahal Dia tidak pernah sedetikpun pergi meninggalkanku.

You Might Also Like

1 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images